BATIK SEBAGAI WARISAN WAWASAN NUSANTARA
Batik sebagai warisan budaya nusantara
Batik telah dikenal sejak lebih dari ratusan tahun silam. Sebenarnya, tidak ada keterangan sejarah yang cukup jelas tentang asal usul batik. Ada yang menduga teknik ini berasal dari bangsa Sumeria, kemudian dikembangkan di Jawa setelah dibawa oleh para pedagang India. Saat ini, batik dapat ditemukan di banyak negara, seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, India, Sri Lanka, dan Iran. Selain di Asia, ternyata batik juga sangat populer di beberapa negara di benua Afrika. Walaupun demikian, batik yang dapat dibilang sangat terkenal di dunia adalah batik yang berasal dari Indonesia.
Sekilas Batik
Kata batik berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan “nitik”. Batik sendiri merupakan sebuah seni menggambar corak di atas kain berserat alami dengan memoleskan bahan perintang warna corak yang disebut malam (wax) menggunakan canting atau cap. Dalam bahasa Inggris, teknik membatik tersebut dikenal dengan istilah wax-resist dyeing.
Teknik membatik sendiri hanya dapat diterapkan di atas bahan yang terbuat dari serat alami, seperti katun, sutra, wol dan tidak dapat diterapkan di atas kain dengan serat buatan (polyester). Kain yang pembuatan corak dan pewarnaannya tidak menggunakan teknik tersebut dikenal dengan kain bercorak batik – biasa dibuat dalam skala industri dengan teknik cetak (print) – bukan kain batik.
Pada awalnya, batik hanya dikhususkan untuk kalangan keraton atau keluarga kerajaan serta para pengikutnya. Namun, dikarenakan banyak pengikut raja yang melakukan kegiatan membatik tinggal di luar keraton, maka batik pun terbawa hingga ke masyarakat sipil.
Lama kelamaan, kegiatan membatik menjadi sebuah kebiasaan di masyarakat umum dan menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangga untuk mengisi waktu senggang. Batik pun lantas tidak hanya digunakan oleh keluarga kerajaan namun juga menjadi pakaian rakyat yang kerap dipakai baik pria maupun wanita.
Sekilas Batik
Kata batik berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan “nitik”. Batik sendiri merupakan sebuah seni menggambar corak di atas kain berserat alami dengan memoleskan bahan perintang warna corak yang disebut malam (wax) menggunakan canting atau cap. Dalam bahasa Inggris, teknik membatik tersebut dikenal dengan istilah wax-resist dyeing.
Teknik membatik sendiri hanya dapat diterapkan di atas bahan yang terbuat dari serat alami, seperti katun, sutra, wol dan tidak dapat diterapkan di atas kain dengan serat buatan (polyester). Kain yang pembuatan corak dan pewarnaannya tidak menggunakan teknik tersebut dikenal dengan kain bercorak batik – biasa dibuat dalam skala industri dengan teknik cetak (print) – bukan kain batik.
Pada awalnya, batik hanya dikhususkan untuk kalangan keraton atau keluarga kerajaan serta para pengikutnya. Namun, dikarenakan banyak pengikut raja yang melakukan kegiatan membatik tinggal di luar keraton, maka batik pun terbawa hingga ke masyarakat sipil.
Lama kelamaan, kegiatan membatik menjadi sebuah kebiasaan di masyarakat umum dan menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangga untuk mengisi waktu senggang. Batik pun lantas tidak hanya digunakan oleh keluarga kerajaan namun juga menjadi pakaian rakyat yang kerap dipakai baik pria maupun wanita.
Sejarah Masuk dan Perkembangan
Sejarah batik di Indonesia, berkaitan erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran Islam di tanah Jawa. Dalam beberapa literatur, pengembangan batik banyak terjadi pada masa pemerintahan Kerajaan Mataram, juga kerajaan-kerajaan di Solo dan Yogyakarta.
Keberadaan batik di Majapahit ditelusuri dari daerah Mojokerto dan Tulung Agung. Ketika itu, daerah Tulung Agung yang sebagian masih berupa rawa-rawa dan dikenal dengan nama Bonorowo, diserang oleh kerajaan Majapahit. Daerah Bonorowo berhasil ditaklukkan setelah Adipati Kalang yang memimpin Bonorowo tewas dalam pertempuran. Semenjak itu, beberapa keluarga kerajaan Majapahit pindah menetap di wilayah Bonorowo dan membawa serta kesenian batik ke daerah tersebut.
Meluasnya batik di Indonesia dan khususnya di Jawa terjadi setelah akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19. Hal ini kebanyakkan terjadi akibat peperangan antar kerajaan maupun peperangan antara kerajaan dengan penjajahan Belanda. Banyak keluarga raja yang kemudian mengungsi dan menetap di daerah-daerah baru, antara lain ke Banyumas, Pekalongan dan ke daerah timur Jawa, Ponorogo. Keluarga kerajaan yang mengungsi inilah yang pada akhirnya mengembangkan batik di seluruh pelosok Jawa.
Sebagai contoh adalah kisah perang Pangeran Diponegoro melawan Belanda. Ketika itu, pangeran dan keluarga serta pengikutnya terdesak sehingga harus meninggalkan kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah timur (Solo, Yogyakarta, Gresik, Surabaya, Madura) dan barat (Banyumas, Pekalongan, Tegal, Cirebon) pulau Jawa. Di daerah-daerah baru tersebut, keluarga serta pengikut Pangeran Diponegoro mengenalkan batik ke masyarakat sekitar.
Sejarah batik di Indonesia, berkaitan erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran Islam di tanah Jawa. Dalam beberapa literatur, pengembangan batik banyak terjadi pada masa pemerintahan Kerajaan Mataram, juga kerajaan-kerajaan di Solo dan Yogyakarta.
Keberadaan batik di Majapahit ditelusuri dari daerah Mojokerto dan Tulung Agung. Ketika itu, daerah Tulung Agung yang sebagian masih berupa rawa-rawa dan dikenal dengan nama Bonorowo, diserang oleh kerajaan Majapahit. Daerah Bonorowo berhasil ditaklukkan setelah Adipati Kalang yang memimpin Bonorowo tewas dalam pertempuran. Semenjak itu, beberapa keluarga kerajaan Majapahit pindah menetap di wilayah Bonorowo dan membawa serta kesenian batik ke daerah tersebut.
Meluasnya batik di Indonesia dan khususnya di Jawa terjadi setelah akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19. Hal ini kebanyakkan terjadi akibat peperangan antar kerajaan maupun peperangan antara kerajaan dengan penjajahan Belanda. Banyak keluarga raja yang kemudian mengungsi dan menetap di daerah-daerah baru, antara lain ke Banyumas, Pekalongan dan ke daerah timur Jawa, Ponorogo. Keluarga kerajaan yang mengungsi inilah yang pada akhirnya mengembangkan batik di seluruh pelosok Jawa.
Sebagai contoh adalah kisah perang Pangeran Diponegoro melawan Belanda. Ketika itu, pangeran dan keluarga serta pengikutnya terdesak sehingga harus meninggalkan kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah timur (Solo, Yogyakarta, Gresik, Surabaya, Madura) dan barat (Banyumas, Pekalongan, Tegal, Cirebon) pulau Jawa. Di daerah-daerah baru tersebut, keluarga serta pengikut Pangeran Diponegoro mengenalkan batik ke masyarakat sekitar.
Ragam dan Corak Batik
Ragam serta corak batik banyak dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Pada awalnya, batik hanya memiliki ragam dan corak yang terbatas. Beberapa corak pun hanya dapat dipakai oleh kalangan tertentu. Namun, batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti dari para pedagang asing dan para penjajah.
Warna-warna cerah seperti merah pada batik, dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak berbentuk phoenix. Sedangkan, corak bunga yang sebelumnya tidak dikenal – seperti bunga tulip – dibawa oleh bangsa penjajah Eropa. Selain itu, warna biru, juga corak-corak benda seperti gedung atau kereta kuda merupakan pengaruh dari bangsa Eropa.
Tradisi membatik merupakan tradisi turun-menurun, sehingga kadang kala suatu motif batik dapat dikenali berasal dari kalangan tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan hingga saat ini, beberapa motif batik tradisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Warna-warna cerah seperti merah pada batik, dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak berbentuk phoenix. Sedangkan, corak bunga yang sebelumnya tidak dikenal – seperti bunga tulip – dibawa oleh bangsa penjajah Eropa. Selain itu, warna biru, juga corak-corak benda seperti gedung atau kereta kuda merupakan pengaruh dari bangsa Eropa.
Tradisi membatik merupakan tradisi turun-menurun, sehingga kadang kala suatu motif batik dapat dikenali berasal dari kalangan tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan hingga saat ini, beberapa motif batik tradisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Jenis Batik
Terdapat dua jenis batik yang kini beredar di pasaran, yakni batik tulis dan batik cap. Batik tulis merupakan kain yang dihias dengan corak batik menggunakan tangan. Proses pembuatannya rumit dan lama, memakan waktu kurang lebih 2 – 3 bulan. Batik yang akan dikukuhkan menjadi warisan budaya dunia oleh UNESCO adalah jenis batik tulis.
Satu jenis lagi adalah batik cap. Corak dari batik cap dibentuk dengan menggunakan cap yang biasanya terbuat dari tembaga. Proses pembuatan batik cap tidak selama batik tulis. Dalam waktu 2 – 3 hari, batik cap dapat selesai diproduksi.
Cara Pembuatan
Batik pada umumnya dibuat di atas kain putih yang terbuat dari kapas. Kain tersebut dinamakan kain mori. Dewasa ini, batik juga dapat dibuat di atas bahan lain, seperti sutra, polyester, rayon, dan bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin bernama malam. Alat yang digunakan adalah canting untuk motif-motif halus, atau kuas untuk membentuk motif yang besar.
Kain yang telah dilukis dengan lilin kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan. Pada umumnya, dimulai dari warna-warna muda. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan warna yang lebih tua atau gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia tertentu untuk melarutkan lilin.
Batik Indonesia akhirnya secara resmi dimasukkan dalam 76 warisan budaya tak benda oleh UNESCO. Batik Indonesia dinilai sarat dengan teknik, simbol, dan budaya yang tidak lepas dari kehidupan masyarakat sejak lahir hingga meninggal.
Masuknya batik Indonesia dalam Daftar Representatif Budaya Tak Benda Warisan Manusia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) diumumkan dalam siaran pers di portal UNESCO, pada 30 September 2009. Batik menjadi bagian dari 76 seni dan tradisi dari 27 negara yang diakui UNESCO dalam daftar warisan budaya tak benda melalui keputusan komite 24 negara yang tengah bersidang di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, hingga Jumat (2/10).
Seni dan tradisi China serta Jepang mendominasi Daftar Representatif Budaya Tak Benda Warisan Manusia yang diumumkan UNESCO. Sebanyak 21 warisan budaya China masuk dalam daftar tersebut, mulai dari teknik pemotongan kertas yang rumit yang biasa diwariskan dari ibu ke anak perempuan, kerajinan, dan pertanian ulat sutra di Provinsi Sichuan, hingga upacara penyembahan Dewi Laut Mazu.
Ada pula seni opera Tibet, seni dekorasi Regong, puisi kepahlawanan masyarakat Kyrgiz di Xinjiang hingga tradisi masyarakat Mongolia berupa ritual nyanyian poliponik.
Sebanyak 13 warisan budaya Jepang diakui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda. Warisan budaya itu antara lain tarian dan prosesi rakyat Akiu di Jepang utara hingga pertunjukan seni tertua Jepang yang disebut Gagaku.
Tari tango yang kesohor di dunia juga diakui sebagai warisan budaya tak benda yang diumumkan. Tari tradisional itu awalnya berkembang di masyarakat kota kelas bawah di Buenos Aires, Argentina.
Bagian keseharian
Mohammad Nuh, Menteri Ad Interim Kebudayaan dan Pariwisata, mengatakan, pengakuan batik Indonesia secara internasional tidak bermakna jika masyarakat Indonesia sendiri tidak mengapresiasi batik. Perkembangan batik sekarang mesti terus dipertahankan sehingga tetap menjadi bagian dari keseharian masyarakat.
Pemerintah akan mengembangkan pengakuan, lalu juga membantu untuk memperkuat promosi. Dengan demikian, sentra-sentra batik yang ada semakin berkembang dan mampu memunculkan keunikan-keunikan dalam kreasi batik. Selain itu, pemerintah akan membantu supaya batik mudah mendapat lisensi atau hak paten.
Guru besar Arkeologi Universitas Gadjah Mada, Timbul Haryono, yang telah beberapa kali meneliti sejarah, makna, dan filosofi batik mengatakan, teknik membatik sesungguhnya bukan sebuah penemuan yang tiba-tiba. Batik merupakan proses panjang pengolahan kain yang terus dikembangkan secara turun-temurun. Proses ini seharusnya tidak berhenti meski batik telah diakui sebagai warisan dunia.
Kurator Museum Batik Yogyakarta, Prayoga, mengatakan, imbauan untuk mengenakan busana bermotif mirip batik yang banyak diserukan pemerintah saat ini baru sebatas tindakan sosialisasi. Namun, hal ini belum bisa disebut pelestarian karena tidak ada pewarisan pengetahuan mengenai batik.
”Saat ini banyak orang masih salah menyangka bahwa batik adalah motif kain. Padahal, batik merujuk teknik pembuatan motif di kain berikut filosofinya,” kata Prayoga.
Batik Indonesia memiliki keunikan yang tidak ditemukan di negara lain. Keunikan itu terletak pada penggunaan malam atau campuran sarang lebah, lemak hewan, dan getah tanaman dalam pembuatannya. Hal ini berbeda dengan teknik pembuatan motif kain dari China ataupun Jepang yang menggunakan lilin.
Gusti Bendara Raden Ayu (GBRAy) Murdokusumo, kerabat Keraton Yogyakarta Hadiningrat mengatakan, pencinta batik saat ini banyak, tetapi pembuatnya semakin berkurang. Selain regenerasi tidak berjalan mulus, kesejahteraan perajin batik juga masih jauh dari harapan.
Terdapat dua jenis batik yang kini beredar di pasaran, yakni batik tulis dan batik cap. Batik tulis merupakan kain yang dihias dengan corak batik menggunakan tangan. Proses pembuatannya rumit dan lama, memakan waktu kurang lebih 2 – 3 bulan. Batik yang akan dikukuhkan menjadi warisan budaya dunia oleh UNESCO adalah jenis batik tulis.
Satu jenis lagi adalah batik cap. Corak dari batik cap dibentuk dengan menggunakan cap yang biasanya terbuat dari tembaga. Proses pembuatan batik cap tidak selama batik tulis. Dalam waktu 2 – 3 hari, batik cap dapat selesai diproduksi.
Cara Pembuatan
Batik pada umumnya dibuat di atas kain putih yang terbuat dari kapas. Kain tersebut dinamakan kain mori. Dewasa ini, batik juga dapat dibuat di atas bahan lain, seperti sutra, polyester, rayon, dan bahan sintetis lainnya. Motif batik dibentuk dengan cairan lilin bernama malam. Alat yang digunakan adalah canting untuk motif-motif halus, atau kuas untuk membentuk motif yang besar.
Kain yang telah dilukis dengan lilin kemudian dicelup dengan warna yang diinginkan. Pada umumnya, dimulai dari warna-warna muda. Pencelupan kemudian dilakukan untuk motif lain dengan warna yang lebih tua atau gelap. Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia tertentu untuk melarutkan lilin.
Batik Indonesia akhirnya secara resmi dimasukkan dalam 76 warisan budaya tak benda oleh UNESCO. Batik Indonesia dinilai sarat dengan teknik, simbol, dan budaya yang tidak lepas dari kehidupan masyarakat sejak lahir hingga meninggal.
Masuknya batik Indonesia dalam Daftar Representatif Budaya Tak Benda Warisan Manusia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) diumumkan dalam siaran pers di portal UNESCO, pada 30 September 2009. Batik menjadi bagian dari 76 seni dan tradisi dari 27 negara yang diakui UNESCO dalam daftar warisan budaya tak benda melalui keputusan komite 24 negara yang tengah bersidang di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, hingga Jumat (2/10).
Seni dan tradisi China serta Jepang mendominasi Daftar Representatif Budaya Tak Benda Warisan Manusia yang diumumkan UNESCO. Sebanyak 21 warisan budaya China masuk dalam daftar tersebut, mulai dari teknik pemotongan kertas yang rumit yang biasa diwariskan dari ibu ke anak perempuan, kerajinan, dan pertanian ulat sutra di Provinsi Sichuan, hingga upacara penyembahan Dewi Laut Mazu.
Ada pula seni opera Tibet, seni dekorasi Regong, puisi kepahlawanan masyarakat Kyrgiz di Xinjiang hingga tradisi masyarakat Mongolia berupa ritual nyanyian poliponik.
Sebanyak 13 warisan budaya Jepang diakui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda. Warisan budaya itu antara lain tarian dan prosesi rakyat Akiu di Jepang utara hingga pertunjukan seni tertua Jepang yang disebut Gagaku.
Tari tango yang kesohor di dunia juga diakui sebagai warisan budaya tak benda yang diumumkan. Tari tradisional itu awalnya berkembang di masyarakat kota kelas bawah di Buenos Aires, Argentina.
Bagian keseharian
Mohammad Nuh, Menteri Ad Interim Kebudayaan dan Pariwisata, mengatakan, pengakuan batik Indonesia secara internasional tidak bermakna jika masyarakat Indonesia sendiri tidak mengapresiasi batik. Perkembangan batik sekarang mesti terus dipertahankan sehingga tetap menjadi bagian dari keseharian masyarakat.
Pemerintah akan mengembangkan pengakuan, lalu juga membantu untuk memperkuat promosi. Dengan demikian, sentra-sentra batik yang ada semakin berkembang dan mampu memunculkan keunikan-keunikan dalam kreasi batik. Selain itu, pemerintah akan membantu supaya batik mudah mendapat lisensi atau hak paten.
Guru besar Arkeologi Universitas Gadjah Mada, Timbul Haryono, yang telah beberapa kali meneliti sejarah, makna, dan filosofi batik mengatakan, teknik membatik sesungguhnya bukan sebuah penemuan yang tiba-tiba. Batik merupakan proses panjang pengolahan kain yang terus dikembangkan secara turun-temurun. Proses ini seharusnya tidak berhenti meski batik telah diakui sebagai warisan dunia.
Kurator Museum Batik Yogyakarta, Prayoga, mengatakan, imbauan untuk mengenakan busana bermotif mirip batik yang banyak diserukan pemerintah saat ini baru sebatas tindakan sosialisasi. Namun, hal ini belum bisa disebut pelestarian karena tidak ada pewarisan pengetahuan mengenai batik.
”Saat ini banyak orang masih salah menyangka bahwa batik adalah motif kain. Padahal, batik merujuk teknik pembuatan motif di kain berikut filosofinya,” kata Prayoga.
Batik Indonesia memiliki keunikan yang tidak ditemukan di negara lain. Keunikan itu terletak pada penggunaan malam atau campuran sarang lebah, lemak hewan, dan getah tanaman dalam pembuatannya. Hal ini berbeda dengan teknik pembuatan motif kain dari China ataupun Jepang yang menggunakan lilin.
Gusti Bendara Raden Ayu (GBRAy) Murdokusumo, kerabat Keraton Yogyakarta Hadiningrat mengatakan, pencinta batik saat ini banyak, tetapi pembuatnya semakin berkurang. Selain regenerasi tidak berjalan mulus, kesejahteraan perajin batik juga masih jauh dari harapan.
sumber : http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/batik-sebagai-warisan-wawasan-nusantara
0 comments:
Post a Comment